Sabtu, 17 September 2016

chapter 9

LEARNING, MEMORY, AND PRODUCT POSITIONING

Sifat Pembelajaran
Belajar sangat penting untuk proses konsumsi. Pada kenyataannya, dalam perilaku konsumen terdapat banyak tingkah laku yang dipelajari. Seperti yang digambarkan, kita memperoleh sebagian besar sikap kita, nilai-nilai, selera, perilaku, dan preferensi, makna simbolis, dan perasaan melalui pembelajaran. Budaya dan kelas sosial, melalui lembaga-lembaga seperti sekolah dan organisasi keagamaan, serta keluarga, teman, media massa, dan periklanan, memberikan pengalaman belajar yang sangat mempengaruhi jenis gaya hidup kita mencari dan produk yang kita konsumsi. Belajar adalah perubahan dalam isi atau organisasi memori jangka panjang dan atau perilaku. Dengan demikian, belajar adalah hasil dari pengolahan informasi.

Memory
Memory adalah ingatan total akumulasi pengalaman belajar sebelumnya. Memori terdiri dari dua komponen yang saling terkait: jangka pendek dan memori jangka panjang. Memori tidak terkait entitas fisiologis. Sebagai gantinya, memori jangka pendek adalah bahwa sebagian dari jumlah memori yang sedang aktif atau di gunakan. Pada kenyataannya, sering disebut sebagai memori kerja “Ingatan Jangka Pendek”.
Ingatan jangka pendek dapat dipandang sebagai pusat kesadaran. Pengalaman masa lalu yang tersimpan dalam ingatan jangka panjang disadari keberadaannya kalau simpanan itu dapat dipanggil kembali ke ingatan jangka pendek untuk bertemu dan berasosiasi dengan informasi baru sebagai langkah berfikir memecahkan masalah.
Kemampuan menampung informasi di ingatan jangka pendek sangat terbatas. Pada umumnya orang hanya dapat menyimpan 5 kelompok informasi ( 5 chunk), sebanyak-banyaknya 7 chunk. Apabila tempat penyimpanan ini sudah penuh, informasi baru akan mendesak dan menutupi informasi lama, sehingga informasi lama itu menjadi sulit atau cacat waktu dipanggil kembali, ada semacam hambatan atau inhibisi retroaktif yang terjadi di ingatan jangka pendek. Bisa juga informasi baru ditolak di ingatan jangka pendek karena chunk sudah penuh sehingga informasi baru itu menjadi cacat waktu panggil yang dikenal sebagai inhibisi proaktif (di ingatan jangka pendek).

INGATAN JANGKA PANJANG
 Secara tradisional yang biasanya dipandang sebagai “ingatan” adalah ingatan jangka panjang, yang dapat menyimpan informasi dalam jumlah yang relatif tidak terbatas dan dalam waktu yang relatif lama. Tiga fungsi ingatan apabila dihubungkan dengan ingatan jangka panjang adalah :
-          fungsi memasukkan informasi kedalam ingatan (memorizing)
-          fungsi menyimpan informasi (retention)
-          fungsi memanggil kembali informasi (retrieval)
Ingatan jangka panjang dan ingatan jangka pendek adalah dua kegiatan yang membentuk kesatuan. Ingatan jangka pendek memilih, mengorganisir, mensistematisir informasi baru yang kemudian dikirim ke ingatan jangka panjang (memorizing) Berapa lama informasi dapat disimpan di ingatan jangka panjang (retention) tergantung pada unjuk kerja ingatan jangka pendek. Akhirnya ingatan jangka pendek pula yang bertugas untuk memanggil kembali (retrieval) informasi yang tersimpan di ingatan jangka panjang.

Script
Memory bagaimana suatu urutan tindakan harus terjadi, seperti membeli dan minum minuman ringan untuk menghilangkan rasa haus, adalah tipe khusus dari skema dikenal sebagai script. Skrip yang diperlukan bagi konsumen untuk berbelanja secara efektif. Salah satu kesulitan bentuk-bentuk baru ritel telah mengajarkan konsumen script yang sesuai untuk memperoleh barang dengan cara baru. Ini adalah masalah yang dihadapi perusahaan yang ingin menjual produk melalui internet. Sebelum perusahaan-perusahaan ini bisa berhasil, target pasar mereka harus belajar script yang sesuai untuk belanja Internet.

learning under conditions of high and low involvement
Keterlibatan konsumen dalam membeli sebuah produk pasti berbeda-beda tergantung dengan harga produk dan tingkat resikonya. Jenis produk yang beresiko rendah biasanya adalah produk yang sering kita konsumsi sehari-hari yang harganya murah dan tidak tahan lama misalnya saja permen. Pada saat kita ingin membeli sebuah permen tentu saja kita tidak pernah mengecek dengan detail berbagai kandungan bahan yang ada dalam permen tersebut, atau menghubungi Dokter terlebih dahulu untuk menanyakan kelayakan permen tersebut untuk dikonsumsi, kemudian baru membelinya. Waktu dan biaya yang dikeluarkan dalam pencarian informasi tidak sebanding dengan manfaat yang akan kita peroleh dengan mengkonsumsi permen tersebut.
Berbeda dengan produk yang tergolong harganya mahal dan tahan lama contohnya saja mobil, pada saat kita ingin membeli sebuah mobil, kita pasti akan meneliti dan melihat lebih detail fitur masing-masing mobil, kemudian dibandingkannya dengan merek mobil yang lain, atau mencari informasi dari berbagai sumber sebagai bahan pertimbangan sebelum membeli mobil yang diinginkan, hal ini dilakukan untuk menghindari resiko tinggi, khususnya resiko keuangan.
Proses pembelian sebuah produk inilah yang membedakan keterlibatan konsumen dalam melakukan pembelian. Untuk produk-produk yang berharga mahal, tahan lama dan beresiko tinggi kecenderungan tingkat keterlibatan konsumen dalam mencari informasi produk tersebut juga tinggi, sedangkan produk-produk yang harganya murah dan beresiko rendah, keterlibatan konsumen konsumen untuk mencari informasi juga rendah. Oleh karena itu kita dapat membagi dua kelompok tingkat keterlibatan konsumen yaitu, tingkat keterlibatan konsumen tinggi dan tingkat keterlibatan konsumen rendah.
Keterlibatan konsumen tinggi (high involvement) adalah, suatu kondisi dimana konsumen lebih mempertimbangkan berbagai faktor serta resiko pembelian produknya lebih tinggi, dan produk-produk yang ditawarkan biasanya berharga tinggi serta bertahan lama. Sedangkan kondisi keterlibatan konsumen rendah (low involvement) adalah, suatu kondisi dimana konsumen tidak terlalu mencari informasi dalam membeli suatu produk dan tidak perlu membandingkan antara berbagai merek, serta tingkat resikonya rendah, dan biasanya produk-produk yang ditawarkan merupakan barang konsumsi sehari-hari yang harganya relatif murah, dan tidak dapat bertahan lama (Basu Swastha dan Irawan, 1990:167).
Pada umumnya untuk barang-barang high involvement keputusan pembeliannya tidak dilakukan di tempat-tempat penjualan, konsumen terlebih dahulu mencari informasi dari berbagai sumber, misalnya saja bertanya kepada orang yang pernah membeli barang tersebut, mencari informasi lewat iklan di koran, majalah, televisi, atau internet. Sedangkan untuk barangbarang low involvement, keputusan pembeliannya langsung dilakukan di tempat penjualan, produsen biasanya akan mengadakan promosi ditempat tersebut misalnya dengan membuat kemasan barang yang lebih menarik atau display barang, yang tujuannya untuk menarik konsumen untuk membeli barang tersebut.
Dari berbagai jenis media informasi yang ada, iklan di televisi merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mempromosikan sebuah produk. Karena dengan adanya promosi lewat iklan di televisi dapat menjangkau setiap lapisan konsumen, sehingga konsumen dengan cepat mengetahui informasi dari produkproduk yang ditawarkan oleh produsen baik itu produk high involvement maupun produk low involvement.
Conditioning
Conditioning mengacu pada pembelajaran berbasis asosiasi stimulus (informasi) dan respon (perilaku perasaan). Terdapat dua bentuk dasar pembelajaran dalam conditioning, yaitu :
1.      Classical Conditioning
Memandang bahwa perilaku merupakan hasil dari asosiasi yang dekat antara perangsang utama (primary stimulus) dengan perangsang kedua (secondary stimulus). Misalnya dalam sebuah iklan dipaparkan mengenai ciri-ciri orang sukses (prymary stimulus) dan merek rokok Ardath (secondary stimulus). Pada classical conditioning diharapkan bahwa perokok Ardath mengasosiasikan dirinya sebagai orang sukses.

Persyaratan menggunakan classical conditioning:
a.       Seharusnya tidak ada stimuli lain yang dapat membayangi unconditioned stimuli (prymary stimuli). Contoh iklan kosmetik yang menampilkan beberapa artis yang mempunyai citra yang berbeda.
b.      Perangsang utama seharusnya sebelumnya tidak diasosiasikan dengan merek produk lain.
c.       Primary stimulus seharusnya tidak terlalu familiar bagi masyarakat.
d.      Classical conditioning akan lebih efektif jika stimulus utamanya adalah sesuatu yang baru.

2.      Operant Conditioning
Operant  conditioning memandang bahwa perilaku sebagai fungsi dari tindakan konsumen (perilaku pembelian) dan penilaian konsumen terhadap derajat kepuasan yang diperoleh dari tindakan. Kepuasan yang dialami oleh konsumen akan menyebabkan pengauatan dan akan meningkatkan kemungkinan pembelian kembali (repurchasing). Dalam operant conditioning juga diperlukan adanya hubungan antara rangsangan dan tanggapan (stimulus dan respons). Individu akan mementukan tanggapan kepada stimulus yang memberikan kepuasan paling tinggi.

Berbeda dengan asosiasi yang relatif otomatis dibuat dengan pengkondisian klasik, instrumental penyejuk mengharuskan konsumen terlebih dahulu terlibat dalam perilaku yang disengaja dan datang untuk memahami kekuatannya dalam memprediksi hasil positif yang berfungsi sebagai penguat.
Kondisi operasi sering melibatkan atau mempengaruhi konsumen untuk membeli merek tertentu atau produk (respon yang diinginkan). Dengan demikian, banyak strategi pemasaran yang bertujuan untuk mengamankan percobaan awal. Sampel gratis (di rumah atau di toko), potongan harga khusus untuk produk-produk baru, semua merupakan hadiah yang ditawarkan kepada konsumen untuk mencoba produk atau merek tertentu. Jika mereka mencoba merek di bawah kondisi ini dan menyukainya (penguatan), mereka cenderung untuk mengambil langkah berikutnya dan membelinya di masa depan. Proses ini mendorong tanggapan parsial yang mengarah ke respon akhir yang diinginkan (mengkonsumsi sampel gratis, membeli dengan harga diskon, membeli pada harga penuh) sehingga produk atau merek yang dijual menjadi laku.

Kondisi operan digunakan secara luas oleh pemasar. Aplikasi yang paling umum adalah untuk menawarkan produk-produk berkualitas yang konsisten sehingga penggunaan produk untuk memenuhi kebutuhan konsumen dapat memperkuat produk tersebut dipasarnya dan konsumen menjadi tertarik untuk membeli produk atau merek kita. Aplikasi lain termasuk:
• Direct mail atau kontak pribadi setelah melakukan penjualan serta mengucapkan selamat kepada pembeli untuk membuat keputusan pembelian yang bijaksana.
• Memberikan penguatan tambahan untuk membeli merek tertentu, seperti potongan harga, mainan disereal kotak, atau kupon diskon.
• Memberikan sampel produk gratis atau kupon pengantar untuk mendorong percobaan produk.
• interior Pembuatan toko, pusat perbelanjaan, atau daerah pusat kota tempat yang menyenangkan untuk berbelanja (dapat memperkuat) dengan menyediakan hiburan, pengontrolan suhu dari tempat, menampilkan sesuatu yang menarik, dan lain-lain.
Kekuatan kondisi operan ditunjukkan oleh percobaan yang dilakukan oleh perusahaan asuransi. Lebih dari 2.000 konsumen yang membeli asuransi jiwa selama satu bulan secara acak dibagi menjadi tiga kelompok. Dua dari kelompok menerima penguatauan (ucapan atau dorongan atau juga seperti penghargaan) setelah setiap pembayaran bulanan dalam bentuk yang bagus seperti ucapan "terima kasih" melalui surat atau telepon. Kelompok ketiga tidak menerima penguatan tersebut. Enam bulan kemudian, 10 persen dari anggota kedua kelompok yang menerima penguatan tersebut telah menghentikan kebijakan mereka, sementara 23 persen dari mereka yang tidak menerima penguatan yang dilakukan seperti itu. Penguatan adalah (seseorang mengucapkan terima kasih) menyebabkan perilaku terus (pengiriman dalam bulanan premium).

Belajar kognitif
Pendekatan teori ini menekankan kegiatan mental dalam pembelajaran, yakni bagaimana informasi yang diterimaseseorang diproses dan disimpan dalam memorinya dalam waktu yang relative lama. Pembelajaran terjadai karena adanya empat unsure yang disebut dalam hamper dalam semua teori pembelajaran. Empat unsur tersebut adalah:
a.       Motivasi
Motivasi berakar pada kebutuhan dan tujuan, jadi motivasi mendorong pembelajaran.
b.       Cues
Cues adalah stimulus yang mengarahkan motif. Cue mengarahkan dorongan kepada konsumen bila cue itu konsisten dengan ekspektasi konsumen.jadi, pemasar perlu berhati-hati dalam memberikan cue supaya tidak mengecewakan ekspektasi konsumen.
c.       Response
Response adalah bagaimana seseorang berperilaku sebagai reaksi dari dorongan atau cue. Respons tidak terikat pada kebutuhan. Kebutuhan atau notif dapat menimbulkan berbagai macam respons.
d.       Reinforcement
Reinforcement meningkatkan kemungkinan suatu respons spesifik akan muncul dimasa yang akan dating sebagai hasil dari cue atau stimulus tertentu.
Belajar kognitif meliputi semua kegiatan mental manusia saat mereka bekerja untuk memecahkan masalah atau mengatasi situasi. Ini melibatkan belajar tentang ide-ide, konsep, sikap, dan fakta yang berkontribusi terhadap kemampuan kita untuk suatu alasan, memecahkan masalah, dan belajar hubungan tanpa pengalaman langsung atau penguatan. Belajar kognitif dapat berkisar dari informasi yang sangat sederhana akuisisi (seperti dalam belajar hafalan ikon) untuk memecahkan sesuatu hal yang kompleks, masalah secara kreatif (seperti dalam penalaran analitis). Jenis pembelajaran kognitif yang penting untuk marketer.

1.      Teori pembelajaran iconic rite (menghafal icon)
Teori ini mengatakan bahwa pembelajaran dapat terjadai tanpa conditioning.

2.      Teori pembelajaran vicarious
Teori mengatakan bahwa orang belajar tanpa harus menerima ganjaran gataupun hukuman, seperti yang diyakini oleh pengikut teori instrumental conditioning. Bila seseorang melihat atau mengetahui bahwa orang lain mengalami kepuasan dalam menggunakan suatu produk, karena seolah-olah ia mengalami sendiri. Pembelajaran Vicarious pembelajaran ini disebut juga pembelajaran “Percontohan” menyangkut pembelajaran melalui observasi/ pengamatan yang memadukan aspek teori pembelajaran kognitif dan perilaku.  Pembelajaran Vicarious merujuk pada suatu proses pembelajaran dengan cara berusaha mengubah perilaku dengan meminta seseorang melakukan observasi tindakan dan perilaku orang lain.

Belajar menyamaratakan dan membedakan
Diskrimansi stimulus (stimulus discrimation). Lawan dari generalisasi stimulus. Konsumen diharapkan bisa mengambil keputusan berbeda terhadap beberapa stimulus  yang mirip. Ketika konsumen mampu membedakan produk maka konsumen telah melakukan proses belajar classical conditioning.

Positioning
Citra atau image atau persepsi yang dimiliki konsumen akan produk tersebut. Contoh iklan vegeta yang memberi image serat tinggi. Produsen berharap persepsi yang dibuat bisa menggiring konsumen untuk menyukai, membeli dan mengkonsumsi produk

Differentiation
Produsen mengkomunikasikan produknya berbeda dari yang lain. Produk ingin  terlihat unik dan berbeda. Konsumen mampu membedakan produk atau merk dengan produk lain. Contoh : fiber merk minuman berserat tinggi sma seperti vegeta. Tetapi dalam mengkomunikasikan produknya fiber membuat diferensiasi dengan menambahkan teh hijau. Sehingga konsumen mampu membedakan minuman berserat tinggi yang memiliki kandungan teh hijau

Classical conditioning
Suatu teori belajar yang mengutarakan bahwa makhluk hidup, baik manusia maupun binatang adalah makhluk pasif yang bisa diajarkan perilaku tertentu melalui pengulangan. Hal ini terjadi jika suatu stimulus yang menyebabkan suatu respons dipasangkan dengan stimulus lain yang tidak bisa menghasilkan suatu respons. Proses belajar ini telah dikemukakan Pavlov.
Terminologi classical conditioning dijelaskan sebagai berikut. Saat belum terjadi pengulangan, stimulus tidak terkondisi pada anjing adalah daging, stimulus terkondisinya bel, dan respons tidak terkondisi berupa air liur. Setelah pengulangan, stimulasi terkondisi bel mampu menghasilkan respons terkondisi air liur. Hal ini juga dapat berlaku pada manusia. Stimulus tidak terkondisi berupa aroma makan malam dan stimulus terkondisi berita pukul 18.00 menghasilkan respons terkondisi air liur. Setelah pengulangan, stimulus terkondisi berita pukul 18.00 mampu menghasilkan respons terkondisi berupa air liur.
Aplikasi proses belajar classical conditioning dalam pemasaran meliputi pengulangan, generalisasi stimulus, dan diskriminasi stimulus. Pengulangan merupakan proses menyampaikan pesan kepada konsumen berulang kali, dengan frekuensi yang berkali-kali.Generalisasi stimulus merupakan kemampuan seorang konsumen untuk bereaksi sama terhadap stimulus yang relatif berbeda. Generalisasi stimulus yang bisa dilakukan pada proses pemasaran dapat berupa:

·         Perluasan lini produk, yaitu menambahkan produk baru yang terkait atau sejenis kepada produk lama dengan merek yang sudah ternama.

·         Merek keluarga, yaitu memberikan merek yang sama kepada semua lini produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan.Dalam hal ini, terdapat konsep retail private branding, yaitu prinsip family branding yang diterapkan pengecer dengan memberikan merek toko pada beberapa produk yang dijualnya.

·         Me-too products, yaitu suatu konsep yang membuat kemasan mirip dengan kemasan produk pesaing, yang biasa dilakukan oleh follower yang berusaha membuat kemiripan dengan produk pemimpin pasar.

·         Similar name, yaitu pesaing ingin membuat citra produknya sama dengan pemimpin pasar di mata konsumen.

·         Licensing, yaitu praktik pemberian merek dengan menggunakan nama-nama selebriti, nama desainer, nama produsen, nama perusahaan, bahkan tokoh film kartun. Nama tersebut digunakan sebagai merek produk tertentu dengan imbalan fee atau sewa.

·         Generalisasi situasi pemakaian, yaitu membuat citra positif dari merek yang sudah terkenal dengan cara perluasan lini produk dan melakukan generalisasi perluasan pemakaian dari produknya yang sudah terkenal tersebut.

Pada generalisasi stimulus, konsumen diharapkan bisa mengambil kesimpulan yang sama dari berbagai stimulus yang relatif berbeda. Hal ini berbeda dengan diskriminasi stimulus, dimana konsumen diharapkan mampu mengambil kesimpulan berbeda terhadap beberapa stimulus yang mirip satu dengan yang lainnya. Proses belajar diskriminasi stimulus berkaitan dengan positioning (citra yang dimiliki konsumen terhadap produk) dan differentiation (pemasaran atau produsen berusaha mengkomunikasikan berbagai atribut dari produknya yang berbeda atau yang tidak dimiliki oleh produk lain.

Instrumental conditioning
Proses belajar instrumental mengutamakan pengalaman terhadap membeli suatu produk berdasarkan reward yang dirasakan. Berbeda dengan proses belajar classical conditioning yang membuat asosiasi antara dua benda yang selalu dipasangkan bersama-sama, proses belajar instrumental conditioning merupakan proses belajar yang terjadi karena adanya reward yang diterima konsumen. Pada calssical conditioning, respon yang dihasilkan bersifat paksaan dan respons yang sederhana, perilaku yang sederhana, dan tidak melalui proses trial dan error. Sedangkan pada instrumental conditioning, dihasilkan respons yang terkontrol, mampu memahami perilaku yang sulit, dan melalui proses trial dan error. Konsep operant atau instrumental conditioning meliputi:

·         Penguat, berupa penguatan positif (hal-hal yang diterima konsumen karena mengkonsumsi atau membeli suatu produk) dan penguatan negatif (hal negatif atau sesuatu yang tidak menyenangkan yang akan dirasakan konsumen karena tidak mengkonsumsi atau membeli suatu produk). Bentuk penguatan dapat berupa product reinforcement  (penguatan karena produk itu sendiri) dan nonproduct reinforcement (pengalaman konsumsi yang akan mempengaruhi konsumen dalam membeli produk tersebut di masa mendatang.

·         Hukuman, yaitu hal negatif atau tidak menyenangkan yang diterima konsumen karena dia melakukan suatu perbuatan.

·         Kepunahan, dimana konsumen menganggap bahwa stimulus tidak dapat memberikan kepuasan yang diharapkannya. Kekecewaan mengakibatkan dihentikannya pembelian produk.

·         Shapping, yaitu konsumen diarahkan untuk melakukan suatu perilaku (mendatangi tempat perbelanjaan) sebelum dia bisa melakukan perilaku yang diharapkan konsumen.

Observation learning

Proses belajar yang dilakukan konsumen ketika ia mengamati tindakan dan perilaku orang lain dan konsekuensi dari perilaku tersebut. Konsumen meniru perilaku dari orang lain tersebut, sehingga dikenal sebagai modelling. Penggunaan observation learning dalam strategi pemasaran meliputi:

·         pengembangan respons baru, dengan mempergunakan model untuk memperagakan bagaimana produk tersebut digunakan.

·         pencegahan respons yang tidak dikehendaki, yaitu menggunakan tokoh atau model yang baik yang bisa menjadi panutan konsumen dan dapat memberikan kepercayaan.

·         pemfasilitasan respons, dimana model digunakan untuk memperagakan produk sehingga menjadi daya tarik konsumen untuk bisa meniru model tersebut.

Proses belajar classical conditioning tidak bisa menjelaskan semua perilaku konsumen. Sering kali konsumen membeli produk bukan karena merk produk tersebut. Kepuasan dan ketidakpuasan sering kali mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian ulang suatu produk.
Kepuasan atau ketidakpuasan dari pengalaman pembelian produkdianggap sebagai imbalan bagi konsumen(rewards). Ketika konsumen membeli suatu produk berdasarkan rewads maka konsumen telah belajar instrumental (operant conditiioning).


Makna instrumental/ operant conditioning

Proses belajar yang terjadi pada konsumen akibat menerima imbalan positif atau negatif karena mengkonsumsi produk. Imbalan yang diperoleh konsumen akan mempengaruhi keputusan konsumen berikutnya
1.      Kekuatan Pembelajaran
Dalam sebuah proses konsumsi, pembelajaran merupakan salah satu hal penting yang mempengaruhi proses konsumsi. Pada kenyataannya, perilaku konsumen sebagian besar tingkah laku yang dipelajari. Seperti yang digambarkan, kita memperoleh sebagian besar sikap kita, nilai-nilai, selera, perilaku, dan preferensi, makna simbolis, dan perasaan melalui pembelajaran. Budaya dan kelas sosial, melalui lembaga-lembaga seperti sekolah dan organisasi keagamaan, serta keluarga, teman, media massa, dan periklanan, memberikan pengalaman belajar yang sangat mempengaruhi jenis gaya hidup kita mencari dan produk yang kita konsumsi.
Berikut ini beberapa faktor yang dapat meningkatkan kekuatan belajar :
·         Importance
Importance mengacu pada proses dimana para individu memperoleh pengetahuan dan pengalaman pembelian dan konsumsi yang mereka terapkan pada perilaku yang berhubungan di masa yang akan datang. Kepentingan akan pembelajaran di dorong oleh suatu kebutuhan untuk membuat keputusan dari beberapa informasi yang diolah dengan efektif dan efisien sehingga meningkatkan pembelajaran dan pengambilan keputusan yang lebih tepat. Dalam hal ini mempengaruhi ketertarikan dan kebutuhan konsumen akan brand.

·         Message Involvement
Ketika konsumen tidak termotivasi untuk mempelajari materi, pengolahan dapat ditingkatkan dengan menyebabkan orang untuk terlibat dengan pesan itu sendiri. Salah satu caranya yaitu dengan memodifikasi iklan dengan meilbatkan konsumen.

·         Mood
Suasana hati yang positif dapat mempengaruhi pembelajaran dan memori yang lebih besar sehingga selama proses penerimaan informasi dan pengolahan informasi meningkat dibanding saat suasana hati yang negatif terjadi. Ini menghasilkan satu set yang lebih lengkap dan lebih kuat dari hubungan antara berbagai merek lain dan konsep, yang pada gilirannya meningkatkan pengambilan (akses ke informasi).

·         Reinforcement
Reinforcement memberikan dampak pada respon yang diberikan oleh konsumen akan terulang di masa depan. Ketika pembelajaran sedang berlangsung, adanya penguatan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kecepatan pembelajaran.

·         Repetition
Pengulangan meningkatkan pembelajaran dan memori dengan meningkatkan aksesibilitas informasi dalam memori atau dengan memperkuat hubungan asosiatif antara konsep. Cukup sederhana, semakin sering orang yang terkena informasi atau terlibat dalam perilaku, semakin besar kemungkinan mereka untuk belajar dan mengingatnya.

·         Dual Coding
Ganda coding melibatkan penciptaan beberapa jalur melengkapi konsep dalam memori jangka panjang. Ganda coding meningkatkan pembelajaran dan pengambilan. Salah satu contoh coding ganda adalah ketika konsumen mempelajari informasi dalam dua berbeda konteks-misalnya, konsumen melihat dua iklan  dengan merek yang sama pada produk shampoo, satu dengan tema office dan satu dengan tema sosial.


Dual Coding

 Konsumen dapat menyimpan (code) informasi dengan cara yang berbeda. Menyimpan informasi yang sama dengan cara yang berbeda (dual coding) memudahkan retrieve dengan cara menghubungkan atau mengasosiasikan informasi. Hal ini meningkatkan belajar dan memori. Contoh: Iklan XL versi kawin sama monyet dan versi kawin sama kambing. Dengan mengingat 2 iklan itu, kita menyimpan 2 informasi yang sama (XL) dengan cara yang berbeda (Versi Kawin sama Monyet dan Versi Kawin sama Kambing). Variasi tema merupakan cara yang beragam untuk mengingat brand dan kemudian memudahkan konsumen untuk mengasosiasikan satu tema dengan tema lain (yang sama) dan ini akan memudahkan konsumen me-recall nama brand.

Contoh lain dari dual coding adalah bagaimana informasi disimpan dengan dua mode, seperti verbal dan visual. Dual coding menjelaskan mengapa imagery meningkatkan memori. Stimulus High-imagery merupakan dual code, karena tersimpan dalam memori dalam dimensi verbal dan gambar, sementara stimulus low-imagery mungkin hanya satu code, yaitu verbal.

Echoic memory-memori suara termasuk kata- adalah mode memori yang memunculkan perbedaan karakteristik dari memori verbal dan visual. Iklan dengan komponen suara sebagai komponen pesan (background musik) memiliki arti yang sama dengan pesan verbal. Contoh: iklan Bintangin versi Slank menyanyi di panggung, iklan spare part Honda versi Serious “..motor mirip manusia.”

Memory Interference
Kadang konsumen mengalami kesulitan dalam me-retrieve potongan informasi yang spesifik karena ada informasi lain yang berkaitan dalam memori kita. Efek ini disebut memory interference. Hal ini pada umumnya disebabkan karena kompetisi iklan. Contoh: iklan Segar Dingin Madu dan Adem Sari. Kompetisi antar brand membuat konsumen sulit me-recall isi iklan tersebut dan apapun yang ada dalam iklan. Seandainya konsumen dapat me-recall content iklan, mereka akan kesulitan mengasosiasikan iklan dengan spesifik brand.

Gangguan memori ini dapat diantisipasi dengan beberapa strategi yang melibatkan konsep belajar dan memori, yaitu:

1.      Menghindari kompetisi ads. Salah satu strateginya adalah tidak muncul pada set yang sama dengan competitor (misal di TV). Beberapa perusahaan membayar premium untuk meyakinkan eksklusivitasnya. Strategi lain disebut recency planning, dimana ads muncul saat dekat-dekat dengan occasion tertentu dimana konsumen akan melakukan pembelian. Contoh: belanja iklan akan meningkat mendekati lebaran, natal, tahun baru.

2.      Strengthen Initial Learning. Maksudnya adalah meningkatkan kemauan konsumen untuk belajar. Memori interference muncul lebih sedikit pada brand yang kuat dan brand yang sudah familiar. Peran belajar juga muncul dengan adanya strategi dual coding, dengan tujuan untuk menurunkan competitive interference. Contoh: Iklan XL versi kawin sama monyet dan versi kawin sama kambing. Atau iklan yang dipasang di media yang berbeda jenis, misal beriklan di TV dan di media cetak. Yang menarik, dengan keinginan belajar yang kuat, brand akan menancap dengan kuat di benak konsumen, tapi sisi lain menjadi pekerjaan ekstra keras untuk marketer saat produsen akan menambah feature atau melakukan repositioning produk.

3.      Reduce Similarity to Competing Ads. Mengurangi kemiripan pada ads merupakan strategi yang dapat diambil marketer untuk mengurangi interference. Semakin unik ads, akan lebih baik untuk mengurangi memory interference. Contoh: Iklan Lux versi batu ungu dengan iklan molto versi tahan satu minggu, meskipun beda produk tapi cukup membingungkan. Contoh lain: Pop Ice dan Top Ice. Contoh iklan unik: Marlboro.

4.      Provide External Retrieval Cues. Marketer dapat memberikan cue eksternal agar konsumen mengingat informasi yang tersimpan dalam memori dengan me-retrieve image dan emosi yang berasosiasi dengan iklan brand. Namun, yang perlu diperhatikan adalah, bahwa brand name tidak cukup membuat konsumen langsung dapat me-recall informasi dan emosi yang merupakan inti dari advertising. Ini membuat iklan menjadi tidak efektif. Dalam kasus penempatan produk di supermarket misalnya, marketer dapat menempatkan display produk atau package yang link dengan advertising brand tersebut. Contoh: display produk Sunsilk disertai dengan standing banner Mieke sebagai endorser untuk mengingatkan tentang manfaat shampo seperti pada iklan Sunsilk versi “kirimkan pengalamanmu.”

Respon Lingkungan
Retrieval juga dipengaruhi oleh kemiripan retrieval pada lingkungan belajar yang asli dan tipe belajar. Jadi, semakin mirip situasi retrieval pada cue selama proses belajar, maka retrieval semakin efektif.
Ada 2 strategi yang dapat diambil untuk melakukan retrieve lingkungan, yaitu:
  1. Membentuk retrieval environment semirip mungkin dengan lingkungan belajar asli. Contoh: Indomie, dengan kata mie dibelakang brand, ini menunjukkan bahwa produk tersebut adalah mie. Bandingkan dengan Bluemoon, brand ini lebih sulit dicerna karena dari nama produk kita tidak langsung tahu tentang apa yang ditawarkan.
  2. Membentuk lingkungan belajar mirip dengan retrieval environment. Contoh: bila kita datang ke Matahari, kita sering mendengar jingle lagu Matahari,”..Everything we do, we do it for you…. matahari…..” Lagu ini sama dengan yang kita dengar di TV atau radio saat Matahari beriklan. Saat kita mendengar lagu itu kita akan me-retrieve dengan mudah.
BRAND IMAGE DAN PRODUCT POSITIONING

Brand Image
Brand image menunjuk pada skema memori pada sebuah brand, tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan orang ketika mendengar atau melihat brand name. Ini merupakan satu set asosiasi yang dipelajari konsumen tentang sebuah brand. Sebelumnya branding dan brand image tidak dilakukan oleh produk-produk secara tradisional tidak di-brand, misalnya air, apel, daging, namun akhir-akhir ini mereka melakukan branding pada produknya. Khusus untuk daging, produsen harus tahu bahwa daging tidak bisa langsung dikonsumsi oleh konsumen, sehingga membutuhkan usaha dan waktu untuk mengolahnya. Untuk mengantisipasi hal itu, beberapa produsen tidak memasarkan begitu saja daging tersebut, tapi mengolahnya dulu menjadi makanan siap santap. Misalnya PT Japfa Comfeed Indonesia (holding company) memiliki anak perusahaan dibidang consumer good dengan brand So Good. So Good memiliki beberapa produk yaitu chicken nugget, sosis, bakso. Makanan olahan ini dikemas dengan baik dan higienis, sehingga brand SO GOOD sebagai makanan olahan kuat dan terpercaya. Pada tanggal 27 Juli 2006, SO GOOD mendapat penghargaan Best Brand in the consumer good. Kemampuan untuk mengambil manfaat dari brand image ini disebut sebagai brand equity.
Brand image merupakan hal penting untuk marketer di bidang industri maupun consumer good. Seberapa kuat brand image? Apa yang Anda pikirkan tentang Nike, Mc D, Google, Unilever? Nama-nama tersebut akan terasa kaya rasa dan kaya makna. Makna dan imagery ini sangat kuat mendorong konsumen membuat keputusan, ini menjelaskan brand yang kuat juga menunjuk bahwa brand tersebut adalah market leader dalam hal penjualan dan keuntungan.

Product Positioning
Istilah ini umumnya dipakai untuk memposisikan sebuah brand sesuai dengan target market yang diinginkan oleh produsen. Selain itu juga untuk menggambarkan toko, perusahaan dan kategori produk. Isu utama dalam positioning adalah membedakan produk tersebut dengan kompetitor dan membuatnya menjadi bermakna. Contoh: Femina Grup memiliki sejumlah media yang dibedakan berdasarkan target marketnya, yaitu Seventeen untuk remaja, Femina untuk dewasa awal, Pesona untuk dewasa tengah, dan Dewi untuk kelas atas. Femina mengkategorikan ini selain untuk membedakan target market, juga untuk menghadapi kompetisi dengan media lain, misalnya Seventeen untuk mengahadapi kompetisi dengan Aneka Yess, Femina untuk menghadapi kompetisi dengan Kartini, Pesona tampaknya belum ada yang bermain di segmen ini dan Dewi untuk menghadapi Harpers Bazaar.
Product position dan brand image seringkali dipertukarkan penggunaannya. Secara umum product position merupakan referensi dari brand image. Sekali marketer memutuskan product position yang cocok, maka marketing mix akan berperan penting dalam mencapai posisi sesuai target market. Marketing manager seringkali gagal untuk mencapai tipe product image atau posisi yang diinginkan karena mereka gagal untuk mengantisipasi atau melakukan tes pada reaksi konsumen.
Perceptual mapping memberikan marketing manager teknik yang sangat berguna untuk mengukur dan membangun product positioning. Perceptual mapping melibatkan persepsi konsumen bagaimana variasi brand atau produk dan hubungannya dengan persepsi pada atribusi produk.

Product Repositioning
Product repositioning menunjuk pada keputusan untuk mengubah cara konsumen memandang produk. Termasuk didalamnya adalah level of performance, rasa yang muncul, situasi yang dipakai, atau siapa yang menggunakan itu. Contoh: (1) Green Sand awalnya minuman beralkohol, kemudian melakukan repositioning agar dapat diminum semua kalangan. Green Sand melakukan repositioning menjadi non alkohol dan memiliki beberapa varian rasa. (2) VW kodok yang mungil dan klasik awalnya mobil untuk orang tua, dan perempuan. Kemudian melakukan repositioning menjadi VW Beatle yang image nya diubah menjadi lebih macho dan lebih muda.

Repositioning bisa jadi sangat sulit dan memakan banyak biaya, konsumen harus membuang asosiasi pada produk yang lama dan me-replace dengan sesuatu yang baru. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikan tugas ini. Untuk industri mobil, diperkirakan butuh waktu 10 tahun. Dalam repositioning mungkin juga dibutuhkan tindakan drastis, seperti mengganti nama brand. Contoh: Sari Puspa berganti menjadi Soffel dengan tujuan agar bisa dijual di pasar internasional.

BRAND EQUITY DAN BRAND LEVERAGE

Brand equity nilai yang diberikan konsumen pada brand melebihi fungsi karakteristik dari produk. Brand equity disamakan dengan reputasi brand. Istilah equity diasumsikan dengan nilai ekonomi. Dengan reputasi yang baik, ini maka brand tersebut memiliki potensi untuk menjadi high level dari brand equity. Brand equity meningkatkan market share, menurunkan sensitivitas pada harga dan meningkatkan efisiensi marketing. Contoh: Starbuck.

Brand equity juga berefek pada brand laverage, yaitu konsumen men-generalisir brand yang memiliki reputasi yang baik diasosiasikan dengan produk lain dengan brand yang sama. Brand laverage diistilahkan juga family branding, brand extensions, umbrella branding, dan hal-hal dimana marketer melakukan kepitalisasi pada brand equity dengan menggunakan nama brand yang sudah ada untuk produk yang baru. Contoh: Dengan reputasi Starbucks maka konsumen mengasosiasikan cake atau mug yang dijual di gerai Starbucks dengan nama brand yang sama berarti juga memiliki kualitas yang sama baiknya.

Bagaimanapun, keberhasilan generalisasi terhadap produk yang dinilai memiliki reputasi yang baik tidak begitu saja muncul hanya karena produk tersebut memiliki nama yang sama. Contoh: Campbell’s tidak bisa menjual saus spagetinya dengan nama tersebut karena nama itu dianggap kurang Itali, sehingga dipakailah nama Prego.
Agar brand laverage sukses, maka setidaknya ada 4 dimensi yang harus dipenuhi, yaitu:
  1. Complement. 2 produk tersebut digunakan bersama. Contoh: Oli Toyota digunakan untuk mobil Toyota.
  2. Substitute. Produk yang baru dapat dipakai untuk menggantikan produk yang asli. Contoh: Teh Poci, bila tidak suka yang teh tubruk, maka ada alternatif teh celup.
  3. Transfer. Konsumen melihat produk yang baru memiliki keahlian yang dihasilkan sama dengan yang asli. Contoh: Merk Panasonik unggul dalam alat elektronik, AC, TV, Kulkas.
  4. Image. Produk yang baru mempunyai image yang sama dengan produk asli. Contoh: Montblanc awalnya pulpen, kemudian memproduksi parfum, jam, aksesoris, dompet.
Strategi ini banyak dipakai oleh para produsen. Produsen kosmetik memakai strategi brand extension dan konsumen akan mengeneralisir produk tersebut. Misalnya: Revlon memiliki koleksi lengkap dari perawatan: cleanser, tonic wajah, sabun, pelembab; dan penampilan: bedak, lipstik, blush on, eye shadow.

Namun, brand extensions ini kadang tidak feasible. Ketika marketer ingin membedakan segmen marketnya dengan membedakan image yang berbeda dengan brand asli, maka marketing perlu untuk menciptakan brand yang baru dibanding melakukan brand extensions. Contoh: Indosat memiliki brand Matrix untuk konsumen menengah keatas & mapan kemudian meluaskan segmen market ke menengah bawah dengan IM3.

Brand extension ini juga dapat berisiko untuk marketer, ketika satu brand gagal maka akan mempengaruhi brand yang lain. Contoh: saat IM3 sering mengalami connection error, maka akan berimbas pada Matrix. Ini disebabkan karena konsumen mengeneralisir baik kebaikan maupun keburukan brand.



 SUMBER

Hawkins, Mothersbaugh, Best, 2010, Consumer Behavior : Building Marketing Strategy,. McGraw-Hill, New York.
http://worldofandika.blogspot.co.id/2011/03/proses-belajar-konsumen.html
http://rizkiekapuspita.blogspot.co.id/2013/11/perilaku-konsumen-minggu-7-pembelajaran.html

Download PPT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar