LEARNING,
MEMORY, AND PRODUCT POSITIONING
Sifat
Pembelajaran
Belajar sangat penting
untuk proses konsumsi. Pada kenyataannya, dalam perilaku konsumen terdapat
banyak tingkah laku yang dipelajari. Seperti yang digambarkan, kita memperoleh
sebagian besar sikap kita, nilai-nilai, selera, perilaku, dan preferensi, makna
simbolis, dan perasaan melalui pembelajaran. Budaya dan kelas sosial, melalui
lembaga-lembaga seperti sekolah dan organisasi keagamaan, serta keluarga,
teman, media massa, dan periklanan, memberikan pengalaman belajar yang sangat
mempengaruhi jenis gaya hidup kita mencari dan produk yang kita konsumsi.
Belajar adalah perubahan dalam isi atau organisasi memori jangka panjang dan
atau perilaku. Dengan demikian, belajar adalah hasil dari pengolahan informasi.
Memory
Memory adalah ingatan
total akumulasi pengalaman belajar sebelumnya. Memori terdiri dari dua komponen
yang saling terkait: jangka pendek dan memori jangka panjang. Memori tidak
terkait entitas fisiologis. Sebagai gantinya, memori jangka pendek adalah bahwa
sebagian dari jumlah memori yang sedang aktif atau di gunakan. Pada
kenyataannya, sering disebut sebagai memori kerja “Ingatan Jangka Pendek”.
Ingatan jangka pendek
dapat dipandang sebagai pusat kesadaran. Pengalaman masa lalu yang tersimpan
dalam ingatan jangka panjang disadari keberadaannya kalau simpanan itu dapat
dipanggil kembali ke ingatan jangka pendek untuk bertemu dan berasosiasi dengan
informasi baru sebagai langkah berfikir memecahkan masalah.
Kemampuan menampung
informasi di ingatan jangka pendek sangat terbatas. Pada umumnya orang hanya
dapat menyimpan 5 kelompok informasi ( 5 chunk), sebanyak-banyaknya 7 chunk.
Apabila tempat penyimpanan ini sudah penuh, informasi baru akan mendesak dan
menutupi informasi lama, sehingga informasi lama itu menjadi sulit atau cacat
waktu dipanggil kembali, ada semacam hambatan atau inhibisi retroaktif yang
terjadi di ingatan jangka pendek. Bisa juga informasi baru ditolak di ingatan
jangka pendek karena chunk sudah penuh sehingga informasi baru itu menjadi
cacat waktu panggil yang dikenal sebagai inhibisi proaktif (di ingatan jangka
pendek).
INGATAN
JANGKA PANJANG
Secara tradisional yang biasanya dipandang
sebagai “ingatan” adalah ingatan jangka panjang, yang dapat menyimpan informasi
dalam jumlah yang relatif tidak terbatas dan dalam waktu yang relatif lama.
Tiga fungsi ingatan apabila dihubungkan dengan ingatan jangka panjang adalah :
-
fungsi memasukkan
informasi kedalam ingatan (memorizing)
-
fungsi menyimpan
informasi (retention)
-
fungsi memanggil kembali
informasi (retrieval)
Ingatan jangka panjang
dan ingatan jangka pendek adalah dua kegiatan yang membentuk kesatuan. Ingatan
jangka pendek memilih, mengorganisir, mensistematisir informasi baru yang
kemudian dikirim ke ingatan jangka panjang (memorizing) Berapa lama informasi
dapat disimpan di ingatan jangka panjang (retention) tergantung pada unjuk
kerja ingatan jangka pendek. Akhirnya ingatan jangka pendek pula yang bertugas
untuk memanggil kembali (retrieval) informasi yang tersimpan di ingatan jangka
panjang.
Script
Memory bagaimana suatu
urutan tindakan harus terjadi, seperti membeli dan minum minuman ringan untuk
menghilangkan rasa haus, adalah tipe khusus dari skema dikenal sebagai script.
Skrip yang diperlukan bagi konsumen untuk berbelanja secara efektif. Salah satu
kesulitan bentuk-bentuk baru ritel telah mengajarkan konsumen script yang
sesuai untuk memperoleh barang dengan cara baru. Ini adalah masalah yang
dihadapi perusahaan yang ingin menjual produk melalui internet. Sebelum
perusahaan-perusahaan ini bisa berhasil, target pasar mereka harus belajar
script yang sesuai untuk belanja Internet.
learning
under conditions of high and low involvement
Keterlibatan konsumen
dalam membeli sebuah produk pasti berbeda-beda tergantung dengan harga produk dan
tingkat resikonya. Jenis produk yang beresiko rendah biasanya adalah produk
yang sering kita konsumsi sehari-hari yang harganya murah dan tidak tahan lama
misalnya saja permen. Pada saat kita ingin membeli sebuah permen tentu saja
kita tidak pernah mengecek dengan detail berbagai kandungan bahan yang ada
dalam permen tersebut, atau menghubungi Dokter terlebih dahulu untuk menanyakan
kelayakan permen tersebut untuk dikonsumsi, kemudian baru membelinya. Waktu dan
biaya yang dikeluarkan dalam pencarian informasi tidak sebanding dengan manfaat
yang akan kita peroleh dengan mengkonsumsi permen tersebut.
Berbeda dengan produk
yang tergolong harganya mahal dan tahan lama contohnya saja mobil, pada saat
kita ingin membeli sebuah mobil, kita pasti akan meneliti dan melihat lebih
detail fitur masing-masing mobil, kemudian dibandingkannya dengan merek mobil
yang lain, atau mencari informasi dari berbagai sumber sebagai bahan
pertimbangan sebelum membeli mobil yang diinginkan, hal ini dilakukan untuk
menghindari resiko tinggi, khususnya resiko keuangan.
Proses pembelian sebuah
produk inilah yang membedakan keterlibatan konsumen dalam melakukan pembelian.
Untuk produk-produk yang berharga mahal, tahan lama dan beresiko tinggi
kecenderungan tingkat keterlibatan konsumen dalam mencari informasi produk
tersebut juga tinggi, sedangkan produk-produk yang harganya murah dan beresiko
rendah, keterlibatan konsumen konsumen untuk mencari informasi juga rendah.
Oleh karena itu kita dapat membagi dua kelompok tingkat keterlibatan konsumen
yaitu, tingkat keterlibatan konsumen tinggi dan tingkat keterlibatan konsumen
rendah.
Keterlibatan konsumen
tinggi (high involvement) adalah, suatu kondisi dimana konsumen lebih
mempertimbangkan berbagai faktor serta resiko pembelian produknya lebih tinggi,
dan produk-produk yang ditawarkan biasanya berharga tinggi serta bertahan lama.
Sedangkan kondisi keterlibatan konsumen rendah (low involvement) adalah, suatu
kondisi dimana konsumen tidak terlalu mencari informasi dalam membeli suatu
produk dan tidak perlu membandingkan antara berbagai merek, serta tingkat
resikonya rendah, dan biasanya produk-produk yang ditawarkan merupakan barang
konsumsi sehari-hari yang harganya relatif murah, dan tidak dapat bertahan lama
(Basu Swastha dan Irawan, 1990:167).
Pada umumnya untuk
barang-barang high involvement keputusan pembeliannya tidak dilakukan di
tempat-tempat penjualan, konsumen terlebih dahulu mencari informasi dari berbagai
sumber, misalnya saja bertanya kepada orang yang pernah membeli barang tersebut,
mencari informasi lewat iklan di koran, majalah, televisi, atau internet.
Sedangkan untuk barangbarang low involvement, keputusan pembeliannya langsung
dilakukan di tempat penjualan, produsen biasanya akan mengadakan promosi
ditempat tersebut misalnya dengan membuat kemasan barang yang lebih menarik
atau display barang, yang tujuannya untuk menarik konsumen untuk membeli barang
tersebut.
Dari berbagai jenis media
informasi yang ada, iklan di televisi merupakan salah satu cara yang paling
efektif untuk mempromosikan sebuah produk. Karena dengan adanya promosi lewat iklan
di televisi dapat menjangkau setiap lapisan konsumen, sehingga konsumen dengan
cepat mengetahui informasi dari produkproduk yang ditawarkan oleh produsen baik
itu produk high involvement maupun produk low involvement.
Conditioning
Conditioning mengacu pada
pembelajaran berbasis asosiasi stimulus (informasi) dan respon (perilaku
perasaan). Terdapat dua bentuk dasar pembelajaran dalam conditioning, yaitu :
1. Classical
Conditioning
Memandang bahwa perilaku merupakan
hasil dari asosiasi yang dekat antara perangsang utama (primary stimulus)
dengan perangsang kedua (secondary stimulus). Misalnya dalam sebuah iklan
dipaparkan mengenai ciri-ciri orang sukses (prymary stimulus) dan merek rokok
Ardath (secondary stimulus). Pada classical conditioning diharapkan bahwa
perokok Ardath mengasosiasikan dirinya sebagai orang sukses.
Persyaratan menggunakan classical
conditioning:
a.
Seharusnya tidak ada
stimuli lain yang dapat membayangi unconditioned stimuli (prymary stimuli).
Contoh iklan kosmetik yang menampilkan beberapa artis yang mempunyai citra yang
berbeda.
b.
Perangsang utama
seharusnya sebelumnya tidak diasosiasikan dengan merek produk lain.
c.
Primary stimulus
seharusnya tidak terlalu familiar bagi masyarakat.
d.
Classical conditioning
akan lebih efektif jika stimulus utamanya adalah sesuatu yang baru.
2. Operant
Conditioning
Operant conditioning memandang bahwa perilaku sebagai
fungsi dari tindakan konsumen (perilaku pembelian) dan penilaian konsumen
terhadap derajat kepuasan yang diperoleh dari tindakan. Kepuasan yang dialami
oleh konsumen akan menyebabkan pengauatan dan akan meningkatkan kemungkinan
pembelian kembali (repurchasing). Dalam operant conditioning juga diperlukan
adanya hubungan antara rangsangan dan tanggapan (stimulus dan respons).
Individu akan mementukan tanggapan kepada stimulus yang memberikan kepuasan
paling tinggi.
Berbeda dengan asosiasi
yang relatif otomatis dibuat dengan pengkondisian klasik, instrumental penyejuk
mengharuskan konsumen terlebih dahulu terlibat dalam perilaku yang disengaja
dan datang untuk memahami kekuatannya dalam memprediksi hasil positif yang
berfungsi sebagai penguat.
Kondisi operasi sering
melibatkan atau mempengaruhi konsumen untuk membeli merek tertentu atau produk
(respon yang diinginkan). Dengan demikian, banyak strategi pemasaran yang
bertujuan untuk mengamankan percobaan awal. Sampel gratis (di rumah atau di
toko), potongan harga khusus untuk produk-produk baru, semua merupakan hadiah
yang ditawarkan kepada konsumen untuk mencoba produk atau merek tertentu. Jika
mereka mencoba merek di bawah kondisi ini dan menyukainya (penguatan), mereka
cenderung untuk mengambil langkah berikutnya dan membelinya di masa depan.
Proses ini mendorong tanggapan parsial yang mengarah ke respon akhir yang
diinginkan (mengkonsumsi sampel gratis, membeli dengan harga diskon, membeli
pada harga penuh) sehingga produk atau merek yang dijual menjadi laku.
Kondisi operan digunakan
secara luas oleh pemasar. Aplikasi yang paling umum adalah untuk menawarkan
produk-produk berkualitas yang konsisten sehingga penggunaan produk untuk
memenuhi kebutuhan konsumen dapat memperkuat produk tersebut dipasarnya dan
konsumen menjadi tertarik untuk membeli produk atau merek kita. Aplikasi lain
termasuk:
• Direct mail atau kontak
pribadi setelah melakukan penjualan serta mengucapkan selamat kepada pembeli
untuk membuat keputusan pembelian yang bijaksana.
• Memberikan penguatan
tambahan untuk membeli merek tertentu, seperti potongan harga, mainan disereal
kotak, atau kupon diskon.
• Memberikan sampel
produk gratis atau kupon pengantar untuk mendorong percobaan produk.
• interior Pembuatan
toko, pusat perbelanjaan, atau daerah pusat kota tempat yang menyenangkan untuk
berbelanja (dapat memperkuat) dengan menyediakan hiburan, pengontrolan suhu
dari tempat, menampilkan sesuatu yang menarik, dan lain-lain.
Kekuatan kondisi operan
ditunjukkan oleh percobaan yang dilakukan oleh perusahaan asuransi. Lebih dari
2.000 konsumen yang membeli asuransi jiwa selama satu bulan secara acak dibagi
menjadi tiga kelompok. Dua dari kelompok menerima penguatauan (ucapan atau
dorongan atau juga seperti penghargaan) setelah setiap pembayaran bulanan dalam
bentuk yang bagus seperti ucapan "terima kasih" melalui surat atau
telepon. Kelompok ketiga tidak menerima penguatan tersebut. Enam bulan kemudian,
10 persen dari anggota kedua kelompok yang menerima penguatan tersebut telah
menghentikan kebijakan mereka, sementara 23 persen dari mereka yang tidak
menerima penguatan yang dilakukan seperti itu. Penguatan adalah (seseorang
mengucapkan terima kasih) menyebabkan perilaku terus (pengiriman dalam bulanan premium).
Belajar
kognitif
Pendekatan teori ini
menekankan kegiatan mental dalam pembelajaran, yakni bagaimana informasi yang
diterimaseseorang diproses dan disimpan dalam memorinya dalam waktu yang
relative lama. Pembelajaran terjadai karena adanya empat unsure yang disebut
dalam hamper dalam semua teori pembelajaran. Empat unsur tersebut adalah:
a. Motivasi
Motivasi berakar pada
kebutuhan dan tujuan, jadi motivasi mendorong pembelajaran.
b. Cues
Cues adalah stimulus yang
mengarahkan motif. Cue mengarahkan dorongan kepada konsumen bila cue itu
konsisten dengan ekspektasi konsumen.jadi, pemasar perlu berhati-hati dalam
memberikan cue supaya tidak mengecewakan ekspektasi konsumen.
c. Response
Response adalah bagaimana
seseorang berperilaku sebagai reaksi dari dorongan atau cue. Respons tidak
terikat pada kebutuhan. Kebutuhan atau notif dapat menimbulkan berbagai macam
respons.
d. Reinforcement
Reinforcement meningkatkan
kemungkinan suatu respons spesifik akan muncul dimasa yang akan dating sebagai
hasil dari cue atau stimulus tertentu.
Belajar kognitif meliputi
semua kegiatan mental manusia saat mereka bekerja untuk memecahkan masalah atau
mengatasi situasi. Ini melibatkan belajar tentang ide-ide, konsep, sikap, dan
fakta yang berkontribusi terhadap kemampuan kita untuk suatu alasan, memecahkan
masalah, dan belajar hubungan tanpa pengalaman langsung atau penguatan. Belajar
kognitif dapat berkisar dari informasi yang sangat sederhana akuisisi (seperti
dalam belajar hafalan ikon) untuk memecahkan sesuatu hal yang kompleks, masalah
secara kreatif (seperti dalam penalaran analitis). Jenis pembelajaran kognitif
yang penting untuk marketer.
1.
Teori pembelajaran iconic
rite (menghafal icon)
Teori
ini mengatakan bahwa pembelajaran dapat terjadai tanpa conditioning.
2.
Teori pembelajaran
vicarious
Teori
mengatakan bahwa orang belajar tanpa harus menerima ganjaran gataupun hukuman,
seperti yang diyakini oleh pengikut teori instrumental conditioning. Bila
seseorang melihat atau mengetahui bahwa orang lain mengalami kepuasan dalam
menggunakan suatu produk, karena seolah-olah ia mengalami
sendiri. Pembelajaran Vicarious pembelajaran ini disebut juga pembelajaran
“Percontohan” menyangkut pembelajaran melalui observasi/ pengamatan yang
memadukan aspek teori pembelajaran kognitif dan perilaku. Pembelajaran
Vicarious merujuk pada suatu proses pembelajaran dengan cara berusaha mengubah
perilaku dengan meminta seseorang melakukan observasi tindakan dan perilaku
orang lain.
Belajar
menyamaratakan dan membedakan
Diskrimansi stimulus (stimulus discrimation). Lawan
dari generalisasi stimulus. Konsumen diharapkan bisa mengambil keputusan
berbeda terhadap beberapa stimulus yang mirip. Ketika konsumen mampu
membedakan produk maka konsumen telah melakukan proses belajar classical
conditioning.
Positioning
Citra atau image atau
persepsi yang dimiliki konsumen akan produk tersebut. Contoh iklan vegeta yang
memberi image serat tinggi. Produsen berharap persepsi yang dibuat bisa
menggiring konsumen untuk menyukai, membeli dan mengkonsumsi produk
Differentiation
Produsen mengkomunikasikan produknya berbeda dari yang
lain. Produk ingin terlihat unik dan berbeda. Konsumen mampu membedakan
produk atau merk dengan produk lain. Contoh : fiber merk minuman berserat
tinggi sma seperti vegeta. Tetapi dalam mengkomunikasikan produknya fiber
membuat diferensiasi dengan menambahkan teh hijau. Sehingga konsumen mampu
membedakan minuman berserat tinggi yang memiliki kandungan teh hijau
Classical
conditioning
Suatu teori belajar yang
mengutarakan bahwa makhluk hidup, baik manusia maupun binatang adalah makhluk
pasif yang bisa diajarkan perilaku tertentu melalui pengulangan. Hal ini
terjadi jika suatu stimulus yang menyebabkan suatu respons dipasangkan dengan
stimulus lain yang tidak bisa menghasilkan suatu respons. Proses belajar ini
telah dikemukakan Pavlov.
Terminologi classical
conditioning dijelaskan sebagai berikut. Saat belum terjadi pengulangan, stimulus
tidak terkondisi pada anjing adalah daging, stimulus terkondisinya bel, dan
respons tidak terkondisi berupa air liur. Setelah pengulangan, stimulasi
terkondisi bel mampu menghasilkan respons terkondisi air liur. Hal ini juga
dapat berlaku pada manusia. Stimulus tidak terkondisi berupa aroma makan malam
dan stimulus terkondisi berita pukul 18.00 menghasilkan respons terkondisi air
liur. Setelah pengulangan, stimulus terkondisi berita pukul 18.00 mampu
menghasilkan respons terkondisi berupa air liur.
Aplikasi proses belajar
classical conditioning dalam pemasaran meliputi pengulangan, generalisasi
stimulus, dan diskriminasi stimulus. Pengulangan merupakan proses menyampaikan
pesan kepada konsumen berulang kali, dengan frekuensi yang berkali-kali.Generalisasi
stimulus merupakan kemampuan seorang konsumen untuk bereaksi sama terhadap
stimulus yang relatif berbeda. Generalisasi stimulus yang bisa dilakukan pada
proses pemasaran dapat berupa:
· Perluasan
lini produk, yaitu menambahkan produk baru yang terkait atau sejenis kepada
produk lama dengan merek yang sudah ternama.
· Merek
keluarga, yaitu memberikan merek yang sama kepada semua lini produk yang
dihasilkan oleh sebuah perusahaan.Dalam hal ini, terdapat konsep retail private
branding, yaitu prinsip family branding yang diterapkan pengecer dengan
memberikan merek toko pada beberapa produk yang dijualnya.
· Me-too
products, yaitu suatu konsep yang membuat kemasan mirip dengan kemasan produk
pesaing, yang biasa dilakukan oleh follower yang berusaha membuat kemiripan
dengan produk pemimpin pasar.
· Similar
name, yaitu pesaing ingin membuat citra produknya sama dengan pemimpin pasar di
mata konsumen.
· Licensing,
yaitu praktik pemberian merek dengan menggunakan nama-nama selebriti, nama
desainer, nama produsen, nama perusahaan, bahkan tokoh film kartun. Nama
tersebut digunakan sebagai merek produk tertentu dengan imbalan fee atau sewa.
· Generalisasi
situasi pemakaian, yaitu membuat citra positif dari merek yang sudah terkenal
dengan cara perluasan lini produk dan melakukan generalisasi perluasan
pemakaian dari produknya yang sudah terkenal tersebut.
Pada generalisasi
stimulus, konsumen diharapkan bisa mengambil kesimpulan yang sama dari berbagai
stimulus yang relatif berbeda. Hal ini berbeda dengan diskriminasi stimulus,
dimana konsumen diharapkan mampu mengambil kesimpulan berbeda terhadap beberapa
stimulus yang mirip satu dengan yang lainnya. Proses belajar diskriminasi
stimulus berkaitan dengan positioning (citra yang dimiliki konsumen terhadap
produk) dan differentiation (pemasaran atau produsen berusaha mengkomunikasikan
berbagai atribut dari produknya yang berbeda atau yang tidak dimiliki oleh
produk lain.
Instrumental
conditioning
Proses belajar
instrumental mengutamakan pengalaman terhadap membeli suatu produk berdasarkan
reward yang dirasakan. Berbeda dengan proses belajar classical conditioning
yang membuat asosiasi antara dua benda yang selalu dipasangkan bersama-sama,
proses belajar instrumental conditioning merupakan proses belajar yang terjadi
karena adanya reward yang diterima konsumen. Pada calssical conditioning,
respon yang dihasilkan bersifat paksaan dan respons yang sederhana, perilaku
yang sederhana, dan tidak melalui proses trial dan error. Sedangkan pada
instrumental conditioning, dihasilkan respons yang terkontrol, mampu memahami
perilaku yang sulit, dan melalui proses trial dan error. Konsep operant atau
instrumental conditioning meliputi:
· Penguat,
berupa penguatan positif (hal-hal yang diterima konsumen karena mengkonsumsi
atau membeli suatu produk) dan penguatan negatif (hal negatif atau sesuatu yang
tidak menyenangkan yang akan dirasakan konsumen karena tidak mengkonsumsi atau
membeli suatu produk). Bentuk penguatan dapat berupa product
reinforcement (penguatan karena produk itu sendiri) dan nonproduct
reinforcement (pengalaman konsumsi yang akan mempengaruhi konsumen dalam
membeli produk tersebut di masa mendatang.
· Hukuman,
yaitu hal negatif atau tidak menyenangkan yang diterima konsumen karena dia
melakukan suatu perbuatan.
· Kepunahan,
dimana konsumen menganggap bahwa stimulus tidak dapat memberikan kepuasan yang
diharapkannya. Kekecewaan mengakibatkan dihentikannya pembelian produk.
· Shapping,
yaitu konsumen diarahkan untuk melakukan suatu perilaku (mendatangi tempat
perbelanjaan) sebelum dia bisa melakukan perilaku yang diharapkan konsumen.
Observation
learning
Proses belajar yang
dilakukan konsumen ketika ia mengamati tindakan dan perilaku orang lain dan
konsekuensi dari perilaku tersebut. Konsumen meniru perilaku dari orang lain
tersebut, sehingga dikenal sebagai modelling. Penggunaan observation learning
dalam strategi pemasaran meliputi:
· pengembangan
respons baru, dengan mempergunakan model untuk memperagakan bagaimana produk
tersebut digunakan.
· pencegahan
respons yang tidak dikehendaki, yaitu menggunakan tokoh atau model yang baik
yang bisa menjadi panutan konsumen dan dapat memberikan kepercayaan.
· pemfasilitasan
respons, dimana model digunakan untuk memperagakan produk sehingga menjadi daya
tarik konsumen untuk bisa meniru model tersebut.
Proses belajar classical
conditioning tidak bisa menjelaskan semua perilaku konsumen. Sering kali
konsumen membeli produk bukan karena merk produk tersebut. Kepuasan dan
ketidakpuasan sering kali mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian ulang
suatu produk.
Kepuasan atau
ketidakpuasan dari pengalaman pembelian produkdianggap sebagai imbalan bagi
konsumen(rewards). Ketika konsumen membeli suatu produk berdasarkan rewads maka
konsumen telah belajar instrumental (operant conditiioning).
Makna
instrumental/ operant conditioning
Proses belajar yang terjadi pada konsumen akibat
menerima imbalan positif atau negatif karena mengkonsumsi produk. Imbalan yang
diperoleh konsumen akan mempengaruhi keputusan konsumen berikutnya
1.
Kekuatan
Pembelajaran
Dalam sebuah proses konsumsi, pembelajaran merupakan
salah satu hal penting yang mempengaruhi proses konsumsi. Pada kenyataannya,
perilaku konsumen sebagian besar tingkah laku yang dipelajari. Seperti yang
digambarkan, kita memperoleh sebagian besar sikap kita, nilai-nilai, selera,
perilaku, dan preferensi, makna simbolis, dan perasaan melalui pembelajaran. Budaya
dan kelas sosial, melalui lembaga-lembaga seperti sekolah dan organisasi
keagamaan, serta keluarga, teman, media massa, dan periklanan, memberikan
pengalaman belajar yang sangat mempengaruhi jenis gaya hidup kita mencari dan
produk yang kita konsumsi.
Berikut ini beberapa faktor yang dapat meningkatkan
kekuatan belajar :
·
Importance
Importance
mengacu pada proses dimana para individu memperoleh pengetahuan dan pengalaman
pembelian dan konsumsi yang mereka terapkan pada perilaku yang berhubungan di
masa yang akan datang. Kepentingan akan pembelajaran di dorong oleh suatu
kebutuhan untuk membuat keputusan dari beberapa informasi yang diolah dengan
efektif dan efisien sehingga meningkatkan pembelajaran dan pengambilan
keputusan yang lebih tepat. Dalam hal ini mempengaruhi ketertarikan dan
kebutuhan konsumen akan brand.
·
Message
Involvement
Ketika
konsumen tidak termotivasi untuk mempelajari materi, pengolahan dapat
ditingkatkan dengan menyebabkan orang untuk terlibat dengan pesan itu sendiri. Salah
satu caranya yaitu dengan memodifikasi iklan dengan meilbatkan konsumen.
·
Mood
Suasana
hati yang positif dapat mempengaruhi pembelajaran dan memori yang lebih besar
sehingga selama proses penerimaan informasi dan pengolahan informasi meningkat
dibanding saat suasana hati yang negatif terjadi. Ini menghasilkan satu set
yang lebih lengkap dan lebih kuat dari hubungan antara berbagai merek lain dan
konsep, yang pada gilirannya meningkatkan pengambilan (akses ke informasi).
·
Reinforcement
Reinforcement
memberikan dampak pada respon yang diberikan oleh konsumen akan terulang di
masa depan. Ketika pembelajaran sedang berlangsung, adanya penguatan akan
memberikan dampak yang signifikan terhadap kecepatan pembelajaran.
·
Repetition
Pengulangan
meningkatkan pembelajaran dan memori dengan meningkatkan aksesibilitas
informasi dalam memori atau dengan memperkuat hubungan asosiatif antara konsep.
Cukup sederhana, semakin sering orang yang terkena informasi atau terlibat
dalam perilaku, semakin besar kemungkinan mereka untuk belajar dan
mengingatnya.
·
Dual
Coding
Ganda
coding melibatkan penciptaan beberapa jalur melengkapi konsep dalam memori
jangka panjang. Ganda coding meningkatkan pembelajaran dan pengambilan. Salah
satu contoh coding ganda adalah ketika konsumen mempelajari informasi dalam dua
berbeda konteks-misalnya, konsumen melihat dua iklan dengan merek yang sama pada produk shampoo,
satu dengan tema office dan satu dengan tema sosial.
Dual Coding
Konsumen dapat
menyimpan (code) informasi dengan cara yang berbeda. Menyimpan informasi yang
sama dengan cara yang berbeda (dual coding) memudahkan retrieve dengan cara
menghubungkan atau mengasosiasikan informasi. Hal ini meningkatkan belajar dan
memori. Contoh: Iklan XL versi kawin sama monyet dan versi kawin sama kambing.
Dengan mengingat 2 iklan itu, kita menyimpan 2 informasi yang sama (XL) dengan
cara yang berbeda (Versi Kawin sama Monyet dan Versi Kawin sama Kambing).
Variasi tema merupakan cara yang beragam untuk mengingat brand dan kemudian
memudahkan konsumen untuk mengasosiasikan satu tema dengan tema lain (yang
sama) dan ini akan memudahkan konsumen me-recall nama brand.
Contoh lain dari dual coding adalah bagaimana informasi
disimpan dengan dua mode, seperti verbal dan visual. Dual coding menjelaskan
mengapa imagery meningkatkan memori. Stimulus High-imagery merupakan dual code,
karena tersimpan dalam memori dalam dimensi verbal dan gambar, sementara
stimulus low-imagery mungkin hanya satu code, yaitu verbal.
Echoic memory-memori suara termasuk kata- adalah mode memori yang memunculkan perbedaan karakteristik dari memori verbal dan visual. Iklan dengan komponen suara sebagai komponen pesan (background musik) memiliki arti yang sama dengan pesan verbal. Contoh: iklan Bintangin versi Slank menyanyi di panggung, iklan spare part Honda versi Serious “..motor mirip manusia.”
Memory Interference
Kadang konsumen mengalami kesulitan dalam me-retrieve
potongan informasi yang spesifik karena ada informasi lain yang berkaitan dalam
memori kita. Efek ini disebut memory interference. Hal ini pada umumnya
disebabkan karena kompetisi iklan. Contoh: iklan Segar Dingin Madu dan Adem
Sari. Kompetisi antar brand membuat konsumen sulit me-recall isi iklan tersebut
dan apapun yang ada dalam iklan. Seandainya konsumen dapat me-recall content
iklan, mereka akan kesulitan mengasosiasikan iklan dengan spesifik brand.
Gangguan memori ini dapat diantisipasi dengan beberapa
strategi yang melibatkan konsep belajar dan memori, yaitu:
1.
Menghindari kompetisi ads. Salah satu strateginya adalah
tidak muncul pada set yang sama dengan competitor (misal di TV). Beberapa
perusahaan membayar premium untuk meyakinkan eksklusivitasnya. Strategi lain
disebut recency planning, dimana ads muncul saat dekat-dekat dengan occasion
tertentu dimana konsumen akan melakukan pembelian. Contoh: belanja iklan akan
meningkat mendekati lebaran, natal, tahun baru.
2.
Strengthen Initial Learning. Maksudnya adalah
meningkatkan kemauan konsumen untuk belajar. Memori interference muncul lebih
sedikit pada brand yang kuat dan brand yang sudah familiar. Peran belajar juga
muncul dengan adanya strategi dual coding, dengan tujuan untuk menurunkan
competitive interference. Contoh: Iklan XL versi kawin sama monyet dan versi
kawin sama kambing. Atau iklan yang dipasang di media yang berbeda jenis, misal
beriklan di TV dan di media cetak. Yang menarik, dengan keinginan belajar yang
kuat, brand akan menancap dengan kuat di benak konsumen, tapi sisi lain menjadi
pekerjaan ekstra keras untuk marketer saat produsen akan menambah feature atau
melakukan repositioning produk.
3.
Reduce Similarity to Competing Ads. Mengurangi kemiripan
pada ads merupakan strategi yang dapat diambil marketer untuk mengurangi
interference. Semakin unik ads, akan lebih baik untuk mengurangi memory
interference. Contoh: Iklan Lux versi batu ungu dengan iklan molto versi tahan
satu minggu, meskipun beda produk tapi cukup membingungkan. Contoh lain: Pop
Ice dan Top Ice. Contoh iklan unik: Marlboro.
4.
Provide External Retrieval Cues. Marketer dapat
memberikan cue eksternal agar konsumen mengingat informasi yang tersimpan dalam
memori dengan me-retrieve image dan emosi yang berasosiasi dengan iklan brand.
Namun, yang perlu diperhatikan adalah, bahwa brand name tidak cukup membuat
konsumen langsung dapat me-recall informasi dan emosi yang merupakan inti dari
advertising. Ini membuat iklan menjadi tidak efektif. Dalam kasus penempatan
produk di supermarket misalnya, marketer dapat menempatkan display produk atau
package yang link dengan advertising brand tersebut. Contoh: display produk
Sunsilk disertai dengan standing banner Mieke sebagai endorser untuk
mengingatkan tentang manfaat shampo seperti pada iklan Sunsilk versi “kirimkan
pengalamanmu.”
Respon Lingkungan
Retrieval juga dipengaruhi oleh kemiripan retrieval pada lingkungan belajar
yang asli dan tipe belajar. Jadi, semakin mirip situasi retrieval pada cue
selama proses belajar, maka retrieval semakin efektif.
Ada 2 strategi yang dapat diambil untuk melakukan retrieve lingkungan,
yaitu:
- Membentuk
retrieval environment semirip mungkin dengan lingkungan belajar asli.
Contoh: Indomie, dengan kata mie dibelakang brand, ini menunjukkan bahwa
produk tersebut adalah mie. Bandingkan dengan Bluemoon, brand ini lebih
sulit dicerna karena dari nama produk kita tidak langsung tahu tentang apa
yang ditawarkan.
- Membentuk
lingkungan belajar mirip dengan retrieval environment. Contoh: bila kita
datang ke Matahari, kita sering mendengar jingle lagu
Matahari,”..Everything we do, we do it for you…. matahari…..” Lagu ini
sama dengan yang kita dengar di TV atau radio saat Matahari beriklan. Saat
kita mendengar lagu itu kita akan me-retrieve dengan mudah.
BRAND IMAGE DAN PRODUCT
POSITIONING
Brand Image
Brand image menunjuk pada skema memori pada sebuah brand,
tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan orang ketika mendengar atau melihat
brand name. Ini merupakan satu set asosiasi yang dipelajari konsumen tentang
sebuah brand. Sebelumnya branding dan brand image tidak dilakukan oleh
produk-produk secara tradisional tidak di-brand, misalnya air, apel, daging,
namun akhir-akhir ini mereka melakukan branding pada produknya. Khusus untuk
daging, produsen harus tahu bahwa daging tidak bisa langsung dikonsumsi oleh
konsumen, sehingga membutuhkan usaha dan waktu untuk mengolahnya. Untuk
mengantisipasi hal itu, beberapa produsen tidak memasarkan begitu saja daging
tersebut, tapi mengolahnya dulu menjadi makanan siap santap. Misalnya PT Japfa
Comfeed Indonesia (holding company) memiliki anak perusahaan dibidang consumer
good dengan brand So Good. So Good memiliki beberapa produk yaitu chicken
nugget, sosis, bakso. Makanan olahan ini dikemas dengan baik dan higienis,
sehingga brand SO GOOD sebagai makanan olahan kuat dan terpercaya. Pada tanggal
27 Juli 2006, SO GOOD mendapat penghargaan Best Brand in the consumer good.
Kemampuan untuk mengambil manfaat dari brand image ini disebut sebagai brand
equity.
Brand image merupakan hal penting untuk marketer di
bidang industri maupun consumer good. Seberapa kuat brand image? Apa yang Anda
pikirkan tentang Nike, Mc D, Google, Unilever? Nama-nama tersebut akan terasa
kaya rasa dan kaya makna. Makna dan imagery ini sangat kuat mendorong konsumen
membuat keputusan, ini menjelaskan brand yang kuat juga menunjuk bahwa brand
tersebut adalah market leader dalam hal penjualan dan keuntungan.
Product Positioning
Istilah ini umumnya dipakai untuk memposisikan sebuah
brand sesuai dengan target market yang diinginkan oleh produsen. Selain itu
juga untuk menggambarkan toko, perusahaan dan kategori produk. Isu utama dalam
positioning adalah membedakan produk tersebut dengan kompetitor dan membuatnya
menjadi bermakna. Contoh: Femina Grup memiliki sejumlah media yang dibedakan
berdasarkan target marketnya, yaitu Seventeen untuk remaja, Femina untuk dewasa
awal, Pesona untuk dewasa tengah, dan Dewi untuk kelas atas. Femina
mengkategorikan ini selain untuk membedakan target market, juga untuk
menghadapi kompetisi dengan media lain, misalnya Seventeen untuk mengahadapi
kompetisi dengan Aneka Yess, Femina untuk menghadapi kompetisi dengan Kartini,
Pesona tampaknya belum ada yang bermain di segmen ini dan Dewi untuk menghadapi
Harpers Bazaar.
Product position dan brand image seringkali dipertukarkan
penggunaannya. Secara umum product position merupakan referensi dari brand
image. Sekali marketer memutuskan product position yang cocok, maka marketing
mix akan berperan penting dalam mencapai posisi sesuai target market. Marketing
manager seringkali gagal untuk mencapai tipe product image atau posisi yang
diinginkan karena mereka gagal untuk mengantisipasi atau melakukan tes pada reaksi
konsumen.
Perceptual mapping memberikan marketing manager teknik
yang sangat berguna untuk mengukur dan membangun product positioning.
Perceptual mapping melibatkan persepsi konsumen bagaimana variasi brand atau
produk dan hubungannya dengan persepsi pada atribusi produk.
Product Repositioning
Product repositioning menunjuk pada keputusan untuk
mengubah cara konsumen memandang produk. Termasuk didalamnya adalah level of
performance, rasa yang muncul, situasi yang dipakai, atau siapa yang
menggunakan itu. Contoh: (1) Green Sand awalnya minuman beralkohol, kemudian
melakukan repositioning agar dapat diminum semua kalangan. Green Sand melakukan
repositioning menjadi non alkohol dan memiliki beberapa varian rasa. (2) VW
kodok yang mungil dan klasik awalnya mobil untuk orang tua, dan perempuan.
Kemudian melakukan repositioning menjadi VW Beatle yang image nya diubah
menjadi lebih macho dan lebih muda.
Repositioning bisa jadi sangat sulit dan memakan banyak
biaya, konsumen harus membuang asosiasi pada produk yang lama dan me-replace
dengan sesuatu yang baru. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikan
tugas ini. Untuk industri mobil, diperkirakan butuh waktu 10 tahun. Dalam
repositioning mungkin juga dibutuhkan tindakan drastis, seperti mengganti nama
brand. Contoh: Sari Puspa berganti menjadi Soffel dengan tujuan agar bisa
dijual di pasar internasional.
BRAND EQUITY DAN BRAND LEVERAGE
Brand equity nilai yang diberikan konsumen pada brand
melebihi fungsi karakteristik dari produk. Brand equity disamakan dengan
reputasi brand. Istilah equity diasumsikan dengan nilai ekonomi. Dengan
reputasi yang baik, ini maka brand tersebut memiliki potensi untuk menjadi high
level dari brand equity. Brand equity meningkatkan market share, menurunkan
sensitivitas pada harga dan meningkatkan efisiensi marketing. Contoh: Starbuck.
Brand equity juga berefek pada brand laverage, yaitu
konsumen men-generalisir brand yang memiliki reputasi yang baik diasosiasikan
dengan produk lain dengan brand yang sama. Brand laverage diistilahkan juga
family branding, brand extensions, umbrella branding, dan hal-hal dimana
marketer melakukan kepitalisasi pada brand equity dengan menggunakan nama brand
yang sudah ada untuk produk yang baru. Contoh: Dengan reputasi Starbucks maka
konsumen mengasosiasikan cake atau mug yang dijual di gerai Starbucks dengan
nama brand yang sama berarti juga memiliki kualitas yang sama baiknya.
Bagaimanapun, keberhasilan generalisasi terhadap produk
yang dinilai memiliki reputasi yang baik tidak begitu saja muncul hanya karena
produk tersebut memiliki nama yang sama. Contoh: Campbell’s tidak bisa menjual
saus spagetinya dengan nama tersebut karena nama itu dianggap kurang Itali,
sehingga dipakailah nama Prego.
Agar brand laverage sukses, maka setidaknya ada 4 dimensi yang harus
dipenuhi, yaitu:
- Complement.
2 produk tersebut digunakan bersama. Contoh: Oli Toyota digunakan untuk
mobil Toyota.
- Substitute.
Produk yang baru dapat dipakai untuk menggantikan produk yang asli.
Contoh: Teh Poci, bila tidak suka yang teh tubruk, maka ada alternatif teh
celup.
- Transfer.
Konsumen melihat produk yang baru memiliki keahlian yang dihasilkan sama
dengan yang asli. Contoh: Merk Panasonik unggul dalam alat elektronik, AC,
TV, Kulkas.
- Image.
Produk yang baru mempunyai image yang sama dengan produk asli. Contoh:
Montblanc awalnya pulpen, kemudian memproduksi parfum, jam, aksesoris,
dompet.
Strategi ini banyak dipakai oleh para produsen. Produsen
kosmetik memakai strategi brand extension dan konsumen akan mengeneralisir
produk tersebut. Misalnya: Revlon memiliki koleksi lengkap dari perawatan:
cleanser, tonic wajah, sabun, pelembab; dan penampilan: bedak, lipstik, blush
on, eye shadow.
Namun, brand extensions ini kadang tidak feasible. Ketika
marketer ingin membedakan segmen marketnya dengan membedakan image yang berbeda
dengan brand asli, maka marketing perlu untuk menciptakan brand yang baru
dibanding melakukan brand extensions. Contoh: Indosat memiliki brand Matrix
untuk konsumen menengah keatas & mapan kemudian meluaskan segmen market ke
menengah bawah dengan IM3.
Brand extension ini juga dapat berisiko untuk marketer,
ketika satu brand gagal maka akan mempengaruhi brand yang lain. Contoh: saat
IM3 sering mengalami connection error, maka akan berimbas pada Matrix. Ini
disebabkan karena konsumen mengeneralisir baik kebaikan maupun keburukan brand.
SUMBER
Hawkins, Mothersbaugh, Best, 2010, Consumer Behavior : Building Marketing Strategy,. McGraw-Hill, New York.
http://worldofandika.blogspot.co.id/2011/03/proses-belajar-konsumen.html
http://rizkiekapuspita.blogspot.co.id/2013/11/perilaku-konsumen-minggu-7-pembelajaran.html
Download PPT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar